*

Rabu, 17 November 2010

Cinta Tidak Selalu Berwujud Bunga


“Daripada memberi bunga kepada pasangan,
Lebih baik buatlah wajahnya berbunga-bunga dengan tindakan nyata”

Kesaksian Seorang Istri...

Suami saya adalah orang yg sederhana.
Saya mencintai sifatnya yg alami.
Saya juga menyukai perasaan hangat yg muncul dalam perasaanku,
ketika bersandar dibahunya yg bidang.

3 th masa perkenalan & 2 th masa pernikahan,
saya harus akui bahwa saya mulai merasa lelah.

Alasan saya mencintainya dulu telah berubah menjadi sesuatu yg menjemukan.

Saya adalah wanita yg sentimental & benar-benar sensitif serta berperasaan halus.

Saya merindukan saat-saat romantis seperti seorang anak yg menginginkan permen,
tapi smua itu tak pernah saya dapatkan.

Suami saya jauh berbeda dari yg saya harapkan.
Rasa sensitifnya kurang. Ketidakmampuannya menciptakan suasana romantis dlm pernikahan kami telah mementahkan semua harapanku akan cinta yg ideal.

Suatu hari saya memberanikan diri u/ mengatakan keputusanku kpdnya,
bahwa saya menginginkan perceraian.

“Mengapa?” Tanya suamiku dgn terkejut.

“saya lelah, kamu tak pernah bisa memberikan cinta yg saya inginkan,” jawab saya.

Suamiku terdiam & termenung sepanjang malam didepan komputernya,
tampak seolah-olah sedang mengerjakan sesuatu, padahal tidak.

Kekecewaanku makin bertambah.

Apalagi yg bisa ku harapkan dari pria yg bahkan tidak dapat mengekspresikan perasaannya?

Akhirnya suamiku bertanya,
”Apa yg dapat ku lakukan u/ mengubah pikiranmu?”

Saya menatap matanya dalam-dalam & menjawab dgn pelan,
”Saya punya pertanyaan.
Jika kau dpt menemukan jawabannya dlm perasaanku,
saya akan mengubah pikiran.

Seandainya saya menyukai setangkai bunga indah yg ada di tebing gunung,
apakah kamu akan memetik bunga itu untukku?

Kita berdua tau jika kamu memanjat gunung itu, kamu akan mati.”

Ia termenung & akhirnya berkata,
“Saya akan memberikan jawabanya besok.”

Perasaanku langsung gundah mendengar responya. Keesokan paginya,
ia tidak dirumah,
& saya menemukan selembar kertas dgn coret-coretan tangannya dibawah gelas yg berisi susu hangat yg bertuliskan,
“Sayang, aku tidak akan mengambil bunga itu untukmu.
Tetapi, izinkan aku menjelaskan alasannya.”

Kalimat pertama ini menghancurkan perasaanku.

Saya melanjutkan membacanya.

“Kamu selalu pegal-pegal pada waktu ‘teman baikmu’ datang setiap bulan,
& aku harus memberikan tanganku untuk memijat kakimu yg pegal.

Kamu senang diam dirumah,
& aku selalu kuatir kamu akan menjadi ‘aneh’.

Aku harus membelikan sesuatu yg dapat menghiburmu dirumah ato meminjamkan lidahku untuk menceritakan hal-hal lucu yg aku alami.

Kamu selalu terlalu dekat menonton tv,
terlalu dekat membaca buku,
& itu tidak baik untuk kesehatan matamu.

Aku harus menjaga mataku agar ketika kita tua nanti,
aku masih dapat menolong mengguntingkan kukumu & mencabuti ubanmu.

Tanganku akan memegang tanganmu,
membimbingmu menelusuri pantai,
menikmati mataharipagi & pasir yg indah.

Menceritakan warna-warna bunga yg bersinar & indah seperti cantiknya wajahmu.

Tetapi sayang, aku tidak akan mengambil bunga indah ditebing gunung itu hanya untuk mati,
Karena aku tidak sanggup melihat air matamu mengalir.

Sayang,
aku tahu,
banyak orang yg bisa mencintaimu lebih dari aku mencintai kamu.

Untuk sayang,
jika semua yg tlah diberikan tangan, kaki, & mataku tidak cukup buat kamu,
aku tak bisa menahan kamu untuk mencari tangan, kaki & mata lain yg dapat membahagiakan kamu.”

Air mata saya jatuh ke atas tulisannya & membuat tintanya menjadi kabur,
tapi saya tetap berusaha untuk terus membacanya.

“Dan sekarang, Sayang,
kamu telah selesai membaca jawabanku.
Jika kamu puas dengan semua jawaban ini, & tetap menginginkan aku tinggal dirumah ini,
tolong bukakan pintu rumah kita,
aku sekarang berdiri disana menunggu jawabanmu.

Jika kamu tidak puas dengan jawabanku, Sayang,
biarkan aku masuk untuk membereskan barang-barangku,
& aku tidak akan mempersulit hidupmu.

Percayalah,
kebahagiaanku adalah bila kamu bahagia.”

Saya segera berlari membuka pintu & melihatnya berdiri di depan pintu dgn wajah penasaran sambil tangannya memegang susu & roti kesukaanku.

Oh, kini saya tahu,
tak ada orang yg pernah mencintai saya lebih dari dia mencintaiku.

Itulah CINTA,
Saat kita merasa cinta itu tlah berangsur-angsur hilang dari perasaan kita karena kita merasa dia tak dapat memberikan cinta dalam wujud yg kita inginkan,
cinta itu sesungguhnya telah hadir dalam wujud lain yg tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.

Sering kali yg kita butuhkan adalah memahamu wujud cinta pasangan kita,
& bukan mengharapkan wujud tertentu,
Karena cinta tidak selalu harus berwujud “bunga”.

Untuk direnungkan:
Apakah anda selama ini hanya mengejar cina romantis yg diumbar di majalah hiburan & sinetron di tv?

Apakah anda tidak pernah berpikir untuk mengejar hal-hal yg lebih stabil & bernilai kekekalan?
Hargailah kebersamaan anda dengan pasanganmu.

Untuk dilakukan:
“Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan istrimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang” (1 Petrus 3:7)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar