*

Sabtu, 11 September 2010

NAMAKU HACHI (Bagian ke-2)

Tubuhku sudah semakin kurus, karena aku tak mau makan, rambutku juga banyak yang rontok, sehingga aku sudah nyaris botak. Bu Lina dan Asa sangat menderita melihat keadaanku, sering kali kulihat mereka berdua berdoa untuk kesembuhanku. Bahkan bu Lina mengusapi kaki dan tempat lukaku dengan minyak urapan dan memohon Tuhan Yesus menyembuhkanku.

"Aa... kita harus segera membawa Hachi kerumah sakit, mama takut keadaan Hachi akan tambah parah..." kata bu Lina dengan nada sedih.

Mereka kemudian membawaku ke rumah sakit dengan angkutan umum. Perawat rumah sakit mulanya menolak menerimaku, karena mereka takut aku akan menulari pasien-pasien lainnya, disamping itu juga pihak rumah sakit mengatakan bahwa karena mau perayaan Idul Fitri, banyak perawat yang mudik.

"Tolonglah suster, tolonglah terima Hachi untuk di rawat disini. Sungguh saya akan merasa sangat berdosa sekali kalau sampai terjadi hal yang paling parah, Hachi mati dan saya tidak memberikan perawatan terbaik untuknya. Tetapi kalau memang akhirnya Tuhan mau panggil Hachi pulang, saya rela... saya rela...." kata bu Lina dengan airmata bercucuran. Asa juga memohon dengan sangat Hachi bisa dirawat di rumah sakit. Aku menangis diam-diam melihat betapa kasih sayang mereka yang besar padaku, dan aku berharap Tuhan menolongku, sehingga aku bisa selalu bersama mereka dan membuat kebahagiaan di rumah mereka.

Dokter memeriksa tubuhku dengan seksama, dan waktu dokter mengelupas kulit kering yang mengeras akibat luka dipinggulku, aku menjerit kesakitan, tapi akhirnya merasa agak nyaman dari rasa sakit seperti ada yang menggigiti daging pinggulku. Dokter mengeluarkan banyak ulat-ulat kecil dari luka itu. Dari pembicaraan dokter dengan ibu LIna, aku mengerti bahwa luka dipinggulku telah infeksi dan membuat munculnya ulat-ulat itu.

Selama seminggu aku mendapat perawatan intensif di rumah sakit. Agak membosankan juga harus terus tergeletak di tempat tidur, minum obat dan makan makanan yang lembut. Rambutku juga dibotakin.
Waduh, waktu aku lihat tubuh dan wajahku di kaca, ih.... mengerikan sekali, aku bagai anak kecil Ethiopia yang kurus kering karena kelaparan. Jelek sekali...
Hampir enam kilo tubuhku susut karena sakit dan diare. Dari sembilan kilo menjadi tiga kilo. Bisa dibayangkan kan?

Tapi akhirnya aku agak terhibur waktu dokter bilang pada bu Lina dan Asa bahwa aku akan pulih lagi menjadi cantik dan rambutku juga akan tumbuh lebat. Dan itu butuh waktu sekitar enam bulan. Cukup lama memang...

"Hachi harus makan obat ya dan makan yang banyak biar cepat sembuh..." bujuk bu Lina setiap aku menutup mulutku rapat-rapat saat obat mau dimasukkan kemulutku. Soalnya aku tak suka, obat itu pahit dan tak enak.... Tapi dengan caranya yang lembut, bu Lina selalu berhasil membujukku membuka mulut dan menelan obat pahit itu.

Pengorbanan yang hebat dari seorang ibu. Untuk biaya rumah sakit yang cukup besar, ia harus menguras sebagian uang tabungan keluarga, dan juga menghadapi kekhawatiran pembantu rumah, kalau-kalau hadiah lebaran dan bonus lebaran tak diperolehnya atau berkurang.

Aku bersyukur kepada Tuhan. Sekarang keadaanku sudah lebih baik lagi. Aku sudah bisa berjalan, walau masih tertatih-tatih. Makanku juga sudah lebih banyak, dan rambutku yang botak juga sudah terlihat tumbuh. Aku percaya bahwa rambut indah lebat seperti dulu akan menjadi milikku lagi. Karena akan jadi aneh sekali seekor kucing Persia sepertiku tidak mempunyai rambut kan...?

(Mazmur 71:18) juga sampai masa tuaku dan putih rambutku, ya Allah, janganlah meninggalkan aku, supaya aku memberitakan kuasa-Mu kepada angkatan ini, keperkasaan-Mu kepada semua orang yang akan datang.

LORD JESUS bless you and me, now and forever.
AMEN.

Sumber: Renungan Harianku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar